Lokasi saat ini:BetFoodie Lidah Indonesia > Sehat
Menelaah tren "doom spending" Gen Z sebagai motor penggerak ekonomi
BetFoodie Lidah Indonesia2025-11-07 06:18:37【Sehat】831 orang sudah membaca
PerkenalanIlustrasi - Belanja kebutuhan hewan peliharaan secara daring. ANTARA/HO-Pet123 Indonesia.fenomena do

fenomena doom spending menuntut adanya kebijakan publik yang proaktif, baik melalui regulasi industri keuangan maupun program literasi yang terarah, agar manfaat konsumsi tetap terjaga tanpa harus mengorbankan stabilitas keuangan generasi mendatang
Jakarta (ANTARA) - Di saat banyak pengamat ekonomi meramalkan kelesuan konsumsi ketika kengakpastian global meningkat, muncul paradoks baru: generasi muda atau Gen Z yang menunjukkan kecenderungan menghabiskan uang lebih, sebuah fenomena yang populer disebut doom spending.
Istilah ini memotret perilaku konsumtif yang lahir dari rasa ngak menentu terhadap masa depan; alih-alih menabung banyak untuk jaminan kelak, sebagian orang memilih "menikmati hari ini" sebagai bentuk pelampiasan, penghiburan, atau pernyataan identitas.
Fenomena itu ngak hanya soal psikologi individu. Dalam skala makro, dorongan pengeluaran ini memberi napas baru pada rantai nilai ekonomi yang menyuntikkan permintaan ke sektor riil, digital, dan kreatif yang sedang tumbuh.
Doom spending adalah perilaku konsumsi berlebihan atau impulsif ketika individu merasa masa depan suram atau penuh kengakpastian. Ini berbeda dari konsumsi normal karena motifnya lebih kuat terkait pelarian emosional, copingterhadap stres, atau mencari kepuasan instan di tengah kecemasan kolektif.
Gen Z sebagai generasi yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an adalah generasi yang paling sering dikaitkan dengan pola ini karena kombinasi beberapa faktor: keterpaparan informasi (seringkali negatif) lewat media sosial; kengakpastian pekerjaan dan karier di era disrupsi; beban biaya hidup di kota besar; serta budaya digital yang memfasilitasi belanja cepat.
Penjelasan ini didukung oleh kajian McKinsey internasional yang menemukan Gen Z lebih rentan melakukan doom spending dibanding kelompok usia yang lebih tua.
Namun demikian, banyak juga Gen Z yang menerapkan strategi finansial kreatif yaitu sebagian mempraktikkan “loud budgeting”, “soft savings”, atau menabung lewat investasi kecil sehingga akhirnya tren doom spending yang terjadi muncul berdampingan dengan literasi baru.
Untuk itu diperlukan penguatan literasi yang memadai mengenai instrumen dan pilihan agar menikmati hari ini tanpa mengorbankan masa depan. Dengan demikian, Gen Z bukan hanya konsumen impulsif yang menambah angka penjualan, tapi mereka bisa menjadi agen perubahan ekonomi yang mendorong inovasi, memperkaya budaya usaha lokal, dan membantu bangsa melewati kengakpastian dengan daya tahan yang lebih baik.
Baca juga: Siasat mengatasi "doom spending" menurut psikolog
1234Tampilkan SemuaSuka(11)
Artikel Terkait
- Anggota DPR dukung keberlanjutan program Makan Bergizi Gratis
- Cara penanganan tepat bagi penderita "honeymoon cystitis"
- Polres Ponorogo bangun tiga dapur SPPG dukung program MBG
- Pemerataan gizi masyarakat, 4 SPPG dibangun di wilayah terpencil Babel
- SPPG Margomulyo andalkan pasokan petani dan usaha lokal untuk MBG
- Tips mengurangi akrilamida di makanan sehari
- Dinkes Kota Malang: Penerbitan SLHS memperhatikan sejumlah indikator
- Kemenperin picu kemandirian industri lewat Pameran Industri Agro 2025
- Konsumsi domestik naik, laba Unilever tumbuh menjadi Rp3,33 triliun
- Nikita hadiri sidang putusan terkait pemerasan dan TPPU di PN Jaksel
Resep Populer
Rekomendasi

Kemendag dan BPKH sinergi dorong ekspor produk Indonesia ke Arab Saudi

Pemkab Tolitoli tetapkan status tanggap darurat banjir

Sompo Insurance dukung UMKM lewat perlindungan kesehatan masyarakat

Nikita Mirzani divonis empat tahun penjara dan denda Rp1 miliar

China catat pertumbuhan konsumsi yang stabil di liburan Hari Nasional

Human Initiative distribusikan 216 tenda bagi warga Palestina

Malaysia apresiasi ketertarikan Selandia Baru gabung Dewan Halal ASEAN

Dinkes Kota Malang: Penerbitan SLHS memperhatikan sejumlah indikator